Sejarah Sumatera Selatan
Sumatera Selatan atau pulau Sumatera bagian selatan yang dikenal sebagai provinsi Sumatera Selatan didirikan pada tanggal 12 September 1950 yang awalnya mencakup daerah Jambi, Bengkulu, Lampung, dan kepulauan Bangka Belitung dan keempat wilayah yang terakhir disebutkan kemudian masing-masing menjadi wilayah provinsi tersendiri akan tetapi memiliki akar budaya bahasa dari keluarga yang sama yakni bahasa Austronesia proto bahasa Melayu dengan pembagian daerah bahasa dan logat antara lain seperti Palembang, Ogan, Komering, Musi, Lematang dan masih banyak bahasa lainnya.Menurut sumber antropologi disebutkan bahwa asal-usul manusia Sumatera bagian selatan dapat ditelusuri mulai dari zaman paleolitikum dengan adanya benda-benda zaman paleolitikum pada beberapa wilayah antara lain sekarang dikenal sebagai Kabupaten Lahat, Kabupaten Sarolangun Bangko, Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Tanjung Karang yakni desa Bengamas lereng utara pergunungan Gumai, di dasar (cabang dari Sungai Musi) sungai Saling, sungai Kikim lalu di desa Tiangko Panjang (Gua Tiangko Panjang) dan desa Padang Bidu atau daerah Podok Salabe serta penemuan di Kalianda dan Kedaton ]imana dapat ditemui tradisi yang berasal dari acheulean yang bermigrasi melalui sungai Mekong yang merupakan bagian dari bangsa Monk Khmer.
Sejarahnya, Pada tahun 1896 M, sarjana Jepang Takakusu menerjemahkan karya I-tsing, Nan-hai-chi-kuei-nai fa-ch‘uan
ke dalam bahasa Inggris dengan judul A Record of the Budhist Religion
as Practised in India and the Malay Archipelago. Namun, dalam buku
tersebut tidak terdapat nama Sriwijaya, yang ada hanya Shih-li-fo-shih.
Dari terjemahan prasasti Kota Kapur yang memuat nama Sriwijaya dan karya
I-Tsing yang memuat nama Shih-li-fo-shih, Coedes kemudian menetapkan
bahwa, Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan[ii].
Jelas
bangga sebagai pemuda sumatera selatan khususnya, dimana buminya
kupijak dan langitnya menjadi atap tempatku berlindung ini, menyimpan
sebuah kekayaan khasanah lokal dan sejarah yang seharusnya ,menjadi
warisan budaya. maka dari itu aku mencoba merekontruksi kembali sesuatu
yang hilang dari ingatan kota ku, asal mula kata palembang mungkin tidak
banyak orang sumatera selatan sendiri tahu akan arti atau asal mula
kata palembang, tersebut
meskipun
shakes phare pernah mengatakan apalah arti sebuah nama tapi sebagai
tempat kelahiran serta penerus bangsa sudah seyogyanya kita tahu, arti
asal usul kota kita
zaman dahulu Pulau sumatera di kenal sebagai Pulau emas atau dalam Bahasa Sanskerta disebut Swarnadwipa,
mungkin inilah yang mendasari penamaaan sebuah hotel di sumatera
selatan , sebagai hotel swarnadwipa berlandaskan nilai historisnya orang
sumatera percaya bahwasanya daerah yang subur ini merupakan tanahnya
emas berada,
- minangkabau menamakan pulau sumatera dengan sebutan Pulau ameh yang berarti Pulau emas, hal ini di dasari dari cerita rakyat di minangkabau. dijumpai dalam cerita Kaba Cindua Mato
- dalam cerita rakyat lampung pulau sumatera disebut sebagai tanoh mas yang artinya tanah emas
- seorang bikhsu cina yang sedang melakukan perjalanan keindia yang bernama I-Tsing menyebutkan Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”
- dalam Naskah buddha yang termasuk dari salah satu naskah buddha yang paling tua yaitu kitab jataka menceritakan pelaut india menyeberangi teluk benggala ke suarnabhumi/suarnadwipa
- Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa
- Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa
- Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib
- Di kalangan bangsa Yunani purba, Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’
- pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan dan kapur barus
Menarik
sekali bagaimana pada zaman dahulu dunia mengenal Sumatera sebagai
“Pulau emas” lalu kembali ke pokok pembahasan kita kali ini yaitu asal
nama kota palembang yang berasal dari kata melimbang atau mendulang
emas. jadi pada masa sebelum Palembang memiliki sebuah nama. Melimbang
emas adalah mata pencaharian sebagian besar masyarakat Palembang. dan
seperti yang kita ketahui Pa dalam Bahasa melayu memiliki arti tempat
maka lahirlah kata palimbang yang artinya tempat mendulang emas.
Palembang Berasal dari Kata Pai lian Bang
Dalam
perjalanan dakwahnya, Sunan Gunung Jati telah sampai ke negeri Cina,
Disana beliau membuka praktek sistem pengobatan. Setiap yang datang
berobat diajarinya berwudhu dan sholat. Orang cina kemudian mengenalnya
sebagai sinshe dari jawa yang sakti dan berilmu tinggi. Akhirnya banyak
diantara penduduknya memeluk Islam, termasuk seorang menteri Cina
bernama Pai Lian Bang. Bahkan Kaisar Cina meminta Sunan Gunung Jati
untuk menikahi putrinya yang bernama Ong Tien. Sunan Gunung Jati tidak
mau mengecewakan sang kaisar, maka pernikahan tersebut dilangsungkan,
kemudian ia pulang ke Jawa beserta Ong Tien.
Keberangkatannya
ke Jawa dikawal dua Kapal Kerajaan yang dikepalai murid Sunan Gunung
Jati, Pai Lian Bang. Kapal yang ditumpangi oleh Sunan Gung Jati berangat
lebih dahulu dan singgah di Sriwijaya karena tersiar kabar bahwa
adipati Sriwijaya yang berasal dari Majapahit bernama Ario Damar atau
Ario Abdillah (nama Islamnya) telah meninggal dunia. Makam beliau dapat
kita lihat sampai sekarang di Jalan Ariodillah Palembang. Sedangkan Ario
Abdillah ini adalah anak tiri dari Fatahillah.Karena kedua putra dari
Ario Abdillah telah menetap di Jawa, maka Sunan Gunung Jati mengharapkan
agar rakyat Sriwijaya berkenan mengangkat Pai Lian Bang sebagai adipati
supaya tidak ada kekosongan kepemimpinan. Pai Lian Bang tidak menolak
atas pengangkatannya, ia berkata : ”…seandainya bukan Sunan Gunung Jati
sebagai guruku yang menyuruhku, maka aku tidak akan mau diangkat menjadi
adipati…”.
Dengan
bekal ilmu selama menjadi menteri di Cina, Pai Lian Bang berhasil
membangun Sriwijaya. Pesantren dan madrasah benar-benar dikembangkannya
dan beliau menjadi Guru Besar dlam Ilmu Ketatanegaraan. Murid-muridnya
cukup banyak yang datang dari Pulau Jawa dan Sumatera termasuklah
seorang cucu Sunan Gunung Jati dari Putrinya Panembahan Ratu yang
dinikahi oleh Danuresia (Empu Eyang Dade Abang) yang bernama Syaikh
Nurqodim al Baharudin (di sumsel dikenal dengan Puyang Awak). Pada
akhirnya setelah Pai Lian Bang wafat, Sriwijaya diganti nama menjadi
PALEMBANG yang diambil dari nama PAI LIAN BANG
Palembang Berasal dari kata Pa dan Lembang
yang ketiga asal
nama kota palembang bersalah dari kata “pa” dan “lembang” secara
pribadi saya lebih menyukai teori ini terlepas dari benar atau salah nya
teori ini dan bukan tanpa alasan saya lebih condong menyukai teori
ketiga ini, saya akan coba paparkan alasan mengapa saya lebih menyukai
teori in, hal pertama yang ada di pikiran saya, kapan nama palembang ini
terlahir, semasa Kerajaan Sriwijaya berjaya kah, atau setelah Kerajaan
Sriwijaya Runtuh atau bahkan sebelum Kerajaan Sriwijaya ada, nama
Palembang ini sudah lebih dulu ada. ini merupakan hal yang sangat sulit
dikarnakan tidak adanya peninggalan peninggalan zaman dahulu yang
mengarah ke arah ini, dari pertanyaan kapan ini lah, saya menyusuri
jejak sejarah saat dimana saja nama palembang disebutkan, akhirnya saya
menemukan sebuah kronik Chu-fan-chi yang bersumber dari cina karya Chau Ju-kua pada tahun 1225 berita dari cina inilah yang paling dahulu menyebutkan kata palembang
Pa-lin-fong (Palembang), adalah salah satu bawahan dari kerajaan San-fo-tsi
seperti
yang sudah kita ketahui bersama san-fo-tsi adalah nama lain dari
Sriwijaya. jadi Palembang adalah bawahan dari Sriwijaya sejak tahun
1225. ini pun tidak memuaskan rasa penasaran saya akan kapan kata
Palembang ini ada. pertanyaan akan kapan ini pun terpaksa saya hentikan
sampai disini.
Lalu
saya melirik sebuah teori yang mana menyebutkan bahwa palembang berasal
dari kata melimbang emas, yang memang benar bahwa negri sriwijaya
dahulu nya kaya akan emas. jikalau hal ini benar lalu kenapa hanya
palembang yang dijadikan nama daerah sedangkan sudah kita ketahui
bersama pulau sumatera adalah swarnadwipa bukan hanya daerah palembang
saja. seperti yang telah saya sebutkan diatas, minagkabau, lampung juga
adalah daerah yang dikenal dunia zaman dahulu sebagai pulau emas. hal
ini lah yang membuat saya mengesampingkan teori nama palembang berasal
dari kata melimbang emas.
lalu
ada pula sebuah versi cerita yang menyebutkan kalau palembang berasal
dari nama sebuah adapita cina yang sempat memerintah setelah wafatnya
adipati ario damar yaitu pai lian bang lalu pai lian bang wafat kemudian
diabadikan nama nya menjadi nama daerah yang di pimpinnya kamudian
akhirnya bernama palembang. apakah ini juga benar, kita sama sama tidak
mengetahuinya dengan jelas. saya kembali teringat akan sebuah prasasti
yang teramat penting bagi sejarah Kerajaan Sriwijaya, yaitu Prasasti
kedukan bukit.
tanggal
23 April 683 dapunta hiyang naik ke perahu mengambil siddhayatra. 19
Mei 683 Dapunta Hiyang berlepas dari minanga membawa 20.000 bala tentara
dengan perbekalan 200 peti di perahunya. Rombongan pun tiba di Mukha
Upang dengan suka cita. 17 Juni 683 Dapunta Hyang datang membuat wanua
wanua
disini diartikan oleh sebagian para sejarawan adalah sebagai wilayah
permukiman, yang kemungkinan besar itu adalah permukiman cikal bakal nya
masyarakat palembang pada saat ini, lalu apakah permukiman yang dibuat
oleh dapunta Hyang pada saat itu memang belum juga memiliki nama.
sekarang
kita lihat keadaan daerah palembang pada masa dahulu, palembang pada
masa dahulu adalah merupakan sebuah wilayah berawa atau tanah yang
tergenang air, ini dibuktikan pada data statistik pada tahun 1990, bahwa
masih terdapat 52,24% tanah yang tergenang di kota Palembang. itu di
tahun 1990 apalagi pada zaman dahulu. dari sinilah saya secara pribadi
menyukai teori bahwasaya Palembang itu berasal dari kata “pa” dan
“lembang” yang dalam bahasa melayu artinya “daerah rembasan air”
kebiasaan dari kita jikalau belum mengetahui nama suatu daerah hal
pertama yang akan kita sebutkan adalah bentuk atau ciri ciri lokasi
tersebut yang akan kita sebutkan. saya beri sebuah contoh misalkan kita
hendak menuju ke suatu tempat lalu dalam perjalanan kita lupa jalan mana
yang seharusnya kita lalui, hingga pada akhirnya kita tersesat, merasa
bingung ada dimana kita lalu menelpon teman kita yang kebetulan tinggal
di daerah dekat situ, teman kita bertanya “kamu sekarang dimana” lalu
kita menjawab “nga tahu dimana pokok nya banyak pohon besar di sekitar
saya dan daerah nya tergenang air” hal ini membuktikan bahwa manusia
yang belum mengenal suatu daerah kemungkinan besar akan menyebutkan ciri
ciri daerah yang di lihatnya.
Asal
nama Palembang yang berasal dari kata “pa” dan “lembang” ini juga di
lihat dalam kamusnya ‘A Malay English Dictionary’ yang dikeluarkan di
Singapore tahun 1903 menyebutkan bahwa lembang adalah tanah yang
berlekuk, tanah yang rendah, akar yang membengkak karena terendam lama
di dalam air. Menurut Kamus Dewan (karya Dr. T.Iskandar, Dewan Bahasa
dan Pustaka, 1986), lembang berarti lembah, tanah lekuk, tanah yang
rendah. Untuk arti lain dari lembang adalah tidak tersusun rapi,
terserak-serak. dan dalam bahasa Melayu, lembang berarti air yang
merembes atau rembesan air. Arti Pa atau Pe menunjukkan keadaan atau
tempat.
Jelaslah sudah bagi saya, bahwa Palembang berasal dari kata Pa dan Lembang yang dinamai sesuai dengan keadaan daerah tersebut pada zaman dahulu[iii]
Berdasarkan
pertimbangan latar belakang sejarah serta banyaknya ragam peninggalan
budaya masa lampau di Palembang, pengelolaan sumber daya budaya, dan
daerah kunjungan wisata (khususnya wisata sejarah dan wisata ziarah),
saya mencoba mengali,menghidupkan kembali rangkaian cerita yang
terpendam tentang kota palembang melalui untaian kata yang sebenarnya
tidak hanya cukup ditulis, perparagraf atau per baris kalimat, karena banyaknya kisah yang harus saya angkat mengenai ruang pubik dikota palembang yang memiliki nilai sejarah, tak kenal maka tak sayang terlepas anda berada di kota mana,
Bahkan ada pernyataan ekstrim yang mengatakan bahwasanya : “Seharusnya Sriwijaya telah Menjadi Daerah Istimewa,
seperti Yogyakarta dan aceh ? mungkin penulis tidak dapat berkata
banyak dalam ranah ini, setidaknya penulis telah mencoba sedikit
mengugah pemuda se sumatera akan sadar tentang kesadaran akan kotanya
masing masing
Heritage of Mosque, Masjid Masjid Tua
kota palembang dikenal pula sebagaai kota dengan masjid masjid tuanya yang bersejarah heritage of mosque ditinjau dari beberapa aspek, ruang publik tidak hanya sebatas taman kota tetapi saya nilai ada beberapa tempat yang angkat
di artikel ini, yang pertama masjid terbesar dan bersejarah di
Palembang, terlepas dari kota palembang yang dahulunya menyimpan
kekuatan maritim terbesar dimasa kerajaan Sriwijaya, yang hingga detik
ini pusat kerajaan sriwijaya belum pasti keberadaanya,
ada
beberapa sumber yang menyatakan keberadaan kota palembang sebagai pusat
kerajaan sriwijaya salah satunya melalui Prasasti telaga batu yang akan
kita bahas juga didalam artikel ini, yang mendukung keberadaan
Palembang sebagai pusat kerajaan adalah prasasti Telaga Batu. Prasasti
ini berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh
kepala ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut
kecil tempat keluar air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti
ini digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan
para calon pejabat. Dalam prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air
yang dialirkan ke batu dan keluar melalui cerat tersebut. Sebagai
sarana untuk upacara persumpahan, prasasti seperti itu biasanya
ditempatkan di pusat kerajaan. Karena ditemukan di sekitar Palembang
pada tahun 1918 M, maka diduga kuat Palembang merupakan pusat Kerajaan
Sriwijaya.
Masjid Agung Palembang, di masa lalu masjid ini dulunya dikenal dengan nama Masjid Sultan yang lokasi bangunanya terletak di “Pulau” yang dikelilingi sungai,
sebelah selatan sungai musi, sebelah barat sungai sekanak,sebelah timur
sungai tengkuruk, dan sebelah utara sungai kapuran, ada mitos
mengatakan bahwasanya dulunya seputar masjid agung itu sungai dan pada
zaman kolonial belanda sungai tersebut ditimbun hinga akhirnya permukaan
dasar sungai sungai pun, tertutup oleh timbunan tanah yang akhirnya,
menjadi suatu dataran yang kini jalan tersebut menjadi salah satu jalan
protokol di palembang, peletakan batu pertama pembangunan masjid ini
dilakukan oleh Sultan Mahmud Badaruddin 1,
Puncak
masjid agung berbentuk atap mustaka / kepala. Bentuk mustaka yang
terjurai ini melengkung ke atas keempat ujungnya menyerupai bentuk atap
pada bangunan cina. Menara pertama dibangun pada bagian kiri masjid arah
selatan ( jalan merdeka) pada tahun 1753 dengan ukuran tinggi 30 meter
dan garis tengah 3 meter, pada tahun 1897 dibawah kepemimpinan pangeran
penghulu nata agama karta mangala mustofa ibnu raden kamludin, masjid
telah diperluas. Pada tahun 1930, perluasan masjid juga dilakukan dan
dipimpin oleh hopa penghulu KI Agus Nang Toyib dkk. Pada tanggal 2
januari 1970, menara kedua dibangun yang berbentuk persegi 12 dan dengan
ketinggian 45 meter. Bangunan tersebut dibiayai oleh pertamina dan
diresmikan pada tanggal 1 februari 1971,
Masjid
Agung Masa kini, bangunan utama masjid agung yang dibangun oleh masa
Mahmud Badaruddin 1 masih tetap berdiri sebagaimana aslinya, sejak tahun
2000 masjid ini direnovasi dan selesai pada tanggal 16 Juni yang
diresmikan oleh Presiden RI HJ Megawati Soekarno Putri, pada saat ini
kita sudah dapat melihat kemegahan Masjid agung yang seluruhnya dibatasi
jalan, dihalaman masjid dapat kita lihat taman yang diantaranya ditanami beberapa buah pohon kurma, serta jam matahari buatan belanda.
Masjid Merogan & Masjid lawang Kidul
Kedua
Masjid ini dibangun dalam waktu hampir bersamaan pada tahun 1310 H oleh
Kyai Merogan (MGS.H.Abdul Hamid bin Mgs, Mahmud) denagn menggunakan
biaya sendiri. Sebagai seorang ulama yang memiliki pandangan kedepan
beliau mendirikan rumah Allah dengan membuat pernyataan tertulis disebut
“Najar Mujai Lillahi Ta’ala” naskah tersebut teranggal 6 syawal 1310.
Masjid
ki merogan berada di tepian Sungai Ogan kecamatan kertapati sedangkan
Masjid lawang kidul berada di tepi sungai Musi daerah seberang ilir
kelurahan 5 ilir. Kedua bentuk masjid ini serupa sekalipun pendiri kedua
masjid itu wafat tetapi sampai dengan saat ini tetap ramai dikunjungi
oleh orang karena makam beliau di lokasi Masjid ki Merogan dianggap
keramat dan ada beberapa kisah menarik pada saat beliau masih hidup.
Kisah Anak Yatim
Pada
suatu hari kala itu beliau masih berada di mekkah menuntut ilmu
berkatalah bahwa dia akan kembali ke Indonesia untuk mengurus anak
yatim, Anak yatim yang dimaksud adalah Masjid Merogan dan Masjid lawang
Kidul
Kisah tentang Ikan
Seorang
pedagang ikan dari Oki membawa ikan untuk dijual di pasar ikan di
palembang. Mendekati kota palembang, si pedagang tiba-tiba melihat
ikanya dalam keadaan mati dan dia akan mengalami kerugian yang cukup
besar, tiba tiba ia teringat akan kemasyuran KI Merogan untuk meminta
nasehat, setelah tiba belum sempat, si pedagang berkata, Sang Kyai
menegur, kisanak ikan-ikan yang berada di perahumu tidaklah mati, insya
Allah ikanmu hidup, juaalah ke pasar dan hiduplah serta peliharalah
keluargamu baik baik. Benar saja tiba di perahu dilihatnya
ikan yang dibawanya dalam keadaan hidup, cerita lain tentang ikan dari
seorang penduduk yang ingin membuktikan kekramatan KI Merogan dengan
melepas se ekor ikan besar sambil berucap “ hai ikan pergilah engkau
menemui ki merogan di masjid merogan”, sebelum sempat mengutarakan
maksudnya Sang kyai menyapa lebih dulu dan berkata kirimanya sudah
diterima
Zikir Merogan
Beliau mengajarkan zikir
dengan cara unik yaitu bila beliau mengajar ke masjid lawang kidul atau
sebaliknya mengunakan perahu sambil berkayuh inilah kyai mengajak murid
muridnya bersama sama mengucapkan zikir berulang ulang dan maklumlah
penduduk sekitarnya
Masjid Al Mahmudiyah, Masjid Suro
Terletak
di kelurahan 30 ilir Kecamatan Ilir Barat II wilayah Suro, oleh karena
itu masjid tersebut dinamakan masyarakat disekitar lingkungan itu Masjid
Suro yang sekarang , sejak tahun 2001 atas kesepakatan pengurus
berganti nama masjid Al mahmudiyah, Masjid ini dibangun oleh Alm. Ki H
Abdurrahman Dalamat pada tahun 1310 H (1898 M), Tiang penyangga masjid
ini dibuat dari kayu bulat tinggi dan lebar yang sampai saat ini masih tetap kokoh.
Masjid
yang dibangun dengan gotong royong karena tidak ada biaya konon menurut
cerita Ki. H. Abdurrahman Dalamat sholat tahajud dan berdoa meminta
rizki dan pada kenyataanya setelah selesai berdoa telah ada uang dibawah
sejadah, uang tersebut dipergunakan beliau untuk pembangunan masjid
ini,
Kisah semasa kecil ayahku di Masjid Suro,
Sepenggal
masa kecil ayahku, semenjak kecil ia dibesarkan di daerah suro ini ia
teringat betul akan bayang bayang dirinya yang semenjak kecil, berani ke
atas menara yang bagi anak se usianya terbilang tinggi berdiri di
ketinggian tersebut untuk menyuarakan pangilan beribadah Adzan yang
hingga saat ini ia menginggatnya,
Pemprov
Sumsel dari tahun ke tahun terus berbenah dari hanya sebuah kota yang
tidak dikenal hingga jadi pembicaraan disetiap kota bahkan mancanegara,
sebagai kota yang memiliki aset wisata serta kekayaan sejarah yang tak
ternilai harganya, historia vitae magistra tetapi sayang meskipun dikota
metropolitan ini terus mengalami kemajuan dibidang infrastruktur tetapi
penulis masih menjumpai suatu tempat kurang terawat serta terjaga
kelestarianya banyak nilai nilai sejarah, dari suatu tempat hilang
tergerus arus globalisasi, baik itu dari kesadaran masyarakat atau
kesadaran individunya , contohnya terdapat pada ruang publik yang
menyimpan sejarah tekstil di sumatera ini, salah satunya museum tekstil
yang akan menjadi sebuah hotel , museum tekstil sendiri seharusnya cagar
budaya yang bernilai sejarah, budaya dan ekologis, Pemprov Sumsel
sampai saat ini belum mengusulkan Museum Tekstil sebagai benda cagar
budaya sesuai amanah UU No10/2011 tentang Cagar Budaya, masyarakatpun se
akan lupa hal ini ,pemerintah yang yang seharusnya ikut melindungi,
warisan bangsa bagi anak cucu kita, sibuk dibalik suksesnya hingar
bingar kemeriahan Sea games serta kilauan cahaya kembang api yang
memerahkan langit Palembang dimalam Ceremony Seagames2011
yang
jadi pertanyaan penulis apakah suatu tempat akan tetap bernilai
historis jika pengunaanya telah dirubah? sejarahnya Museum Tekstil itu
sendiri atau gedung Eks BP7 itu telah dibangun pada masa kolonial
Belanda untuk kantor gubernur Pemerintahan Hindia Belanda di wilayah
Sumatera Bagian Selatan. Dalam perjalanan waktu, gedung ini
dimanfaatkan pula menjadi berbagai kantor. Pada 1961 menjadi kantor
Inspektorat Kehakiman, kemudian sebagai rumah dinas KejaksaanTinggi
Sumsel, rumah ketua DPRD Sumsel, kantor Pembantu Gubernur, kantor Badan
Kepegawaian Daerah, kantor BP7, dan terakhir sebagai Museum Tekstil
Palembang.
Jadi
“Tidak beralasan jika di kawasan Museum Tekstil dibangun hotel,
mengingat bahwasanya kekhasan tenunan palembang tersimpan didalamnya,
contohnya saja songket telah banyak menarik mata dunia,
bahwasanya aset negara adalah warisan budaya dan harus dipertahankan
siapa yang tidak tahu songket palembang?, ironis, memikirkan pelestarian
budaya yang terlupakan.
penulis hanya ingin membuka mindset
bahwasanya jika benar peruntukan hotel tersebut ialah agar dapat terus
menjaga kelestarianya apakah keuntungan dari, hotel tersebut akan masuk
ke kas negara atau daerah,? jika tidak ada sebaiknya lebih diperuntukan
bagi kepentingan umum, agar generasi kita kedepan tahu bahwasanya kota
ini memiliki suatu museum tenun atau tekstil di daerahnya,
hingga
saat ini penulis belum tahu alasan jelas, yang mendasari pembangunan
hotel di lahan museum tersebut. Semoga pemerintah sadar akan nilai arti nilai sejarah dari suatu tempat, mekipun itu ruang publik umum, seperti kata bung karno JAS MERAH “Jangan sekali kali melupakan sejarah”. Semoga
sekedar tulisan kecilku dapat menyadarkan serta menginspirasi
teman-teman baik yang sebagai jurnalis maupun masyarakat umum.
Selain itu yang menjadi ciri khas kotaku ya kulinernya yang jadi bahan candaan jika akan menyantap kuliner satu ini, yang dikenal dipelosok nusantara.” orang palembang aja bisa makan kapal selam”
, hee… pempek kapal selam sebutan untuk pempek besar yang isinya telur
didalamnya, mungkin dalam pembuatanya direbus jadi orang-orang
menyebutnya sebagai pempek kapal selam.
Taman kota ku, dari saat ku kecil hingga beranjak dewasa
Tempat yang kulintasi dulu kini telah berubah , dari kecil aku telah terbiasa untuk melintasi kambang iwak yang dulunya tidak seindah ini, yaa dulu aku sering kerumah saudari
ayahku, penulis memangilnya dengan sebutan mamak hang tuah di jln hang
tuah rumah yang hingga saat ini arsiteturnya masih peninggalan belanda,
saat melintas di tempat itu, kini dan sekarang pengunaan taman tersebut
tidak jauh berbeda tetapi kini raut wajahnya jauh lebih berbeda, sampai
saat sekarang penulis belum tahu arti secara harfiah kambang iwak,
tetapi secara etimologisnya penulis tahu bahwasanya kambang itu sama
dengan kolam dan iwak itu maksudnya ikan, hingga di sebutlah kambang
iwak, pada awalnya pembangunan kambang iwak ini di bendung atau di
bangun oleh pemerintahan kolonial belanda untuk membuat suatu tempat
persediaan air hingga akhirnya pengunaan kolam tersebut dialihfungsikan
sebagai taman kota seperti saat ini, perubahan nama kambang iwak menjadi
KIF kambang iwak family park
Pepohonan
besar berusia tua membuat suasana sejuk semakin terasa. Apalagi, adanya
kawasan Kambang Iwak yang menjadi tempat orang berolahraga dan
anak-anak muda kongkow-kongkow di malam hari. Ada beberapa tempat makan,
seperti kafe dan restoran, yang menyajikan makanan khas Palembang
ataupun makanan yang tak asing lagi di lidah orang Palembang.
Mengamati
bangunan-bangunan di kawasan ini akan tertegunlah mata kepada betapa
indahnya bangunan peninggalan Belanda tersebut. Terutama, halamannya
yang luas dengan hamparan rerumputan hijau dan taman nan indah semakin
menguatkan kawasan ini sebagai kawasan publik yang sayang dilewatkan
bila berkunjung ke Palembang.
Menelusuri jalan merdeka,
Kantor
Pos Pusat Palembang berbentuk sama dengan kantor pos lain di Indonesia.
Bangunan ini sudah cukup berumur. Berjalan ke arah Sungai Musi, akan
terlihat Museum Sultan Mahmud Badaruddin II yang super besar. Perpaduan
arsitektur Melayu dan kolonial Belanda. Ada benteng Kuto Besak dengan
dinding sangat kokoh bercat putih. Halamannya tentu sangat luas.
Selain
itu, ada lagi bangunan-bangunan perkantoran yang juga bergaya
arsitektur kolonial. Ciri-cirinya sama. Dinding kokoh, pintu dan jendela
besar-besar, dengan atap yang berbentuk limas.